tumblr_static_tumblr_static_2ef1hhyf6ijow4kogsssow08g_640

Siang itu bukanlah siang yang istimewa. Tidak ada suatu peristiwa tidak biasa yang cukup untuk membuat orang terperangah atau mungkin sedikit terkejut. Memang tidak untuk orang lain, tetapi berbeda halnya dengan Kim Taehyung. Pemuda dengan tubuh yang tidak bisa dikatakan dibentuk dengan baik, namun tidak juga tidak terurus oleh Si Empunya. Mungkin dia akan terlihat cukup gagah jika dia melatih sedikit otot-otot tubuh layunya bak batang bayam rebus itu.

Sekali lagi, siang itu tidak memberikan efek apa-apa bagi seluruh penghuni Seoul. Tidak ada. Kecuali hawa panas menyengat bukan kepalang. Taehyung berdiri terpaku di tengah-tengah lapangan tepat saat matahari ada di atas kepalanya. Tatapannya tak teralihkan dari salah satu pintu masuk gedung di sebelah timur lapangan dengan rumput setengah mengering itu. Orang-orang yang melihatnya mungkin akan mengatakan dia terkena “kuncian hantu”, seperti di dalam novel Lockwood & Co. karangan Jonathan Stroud. Tetapi dia tidak sedang berada di dalam novel fiksi fantasi. Tidak mendekati sama sekali.

“Taehyung-ah!” Tak ada respon dari Taehyung “Kim Taehyung!!!”

Butuh teriakan kencang di dekat telinga, barulah Taehyung tersadar dari lamunan. Peluh mengalir deras di kedua pelipis. Rambutnya lepek seperti rumput laut. Puncak hidungnya yg lancip, dan untungnya tak bengkok seperti paruh burung elang, memerah terbakar matahari.

“Iya? Ada apa?” Tanyanya dengan tolol.

Seseorang yang menyadarkannya dari lamunan tak berujung itu mendesah kesal. “Aku tahu kamu terkadang hidup dalam dimensi yang berbeda dengan kita. Tapi apa perlu sampai berjemur di bawah terik matahari begini?”

Taehyung tersenyum lebar dengan hanya memperlihatkan deretan gigi seri atas. “Kamu ada air? Aku haus sekali. “

***

“Silahkan, apa pesanan Anda?”

Senyum tercetak manis di wajahnya. Tidak akan ada yang dapat menebak bahwa senyum itu terpaksa dia bentuk. Jika saja dia tidak memikirkan berapa jumlah uang yang akan dia terima malam ini di rekeningnya, dia tidak akan sudi untuk menaikkan sedikit saja sudut bibirnya. Butuh tenaga yang lumayan besar hanya untuk membentuk satu senyum manis andalannya itu.

“Baik saya ulangi, pesanan Anda satu Ice Caffe Americano, satu Caramel Cinnamon Latte dengan sedikit es, dan satu Cheese Cake. Totalnya….,”ucapannya terpotong. “Mohon maaf, tunggu sebentar,” lagi-lagi dia berusaha keras untuk tersenyum manis ke arah pelanggan yang tidak masalah jika tak segera dilayani itu.

Dia segera berlari menuju dapur begitu mendengar namanya diteriakkan setelah sebelumnya didahului oleh suara gaduh. Sebuah loyang bundar menggelinding di bawah kakinya. Sambutan dari tepung yang berterbangan di udara pun tak mau kalah.

“Jimin-ah, Apa yang kamu lakukan disini? Memangnya tidak ada pelanggan di depan?”

Park Jimin, bergitulah namanya, tersenyum kecut. “Hyung memanggilku seperti orang kebakaran jenggot. Bagaimana bisa aku tidak panik dan segera berlari kesini!?” pekiknya.

“Oh maaf, aku refleks.”

Jimin mendengus kesal, “Kalau saja Hyung bukan Hyung.”

Maaf… cepat kembali ke depan sana!”

Jimin berbalik acuh tak acuh. Bibirnya mengerucut seolah karet mengikat bibir itu dengan kencang. Langkah kakinya terseok-seok menuju counter depan tempat pelanggannya masih setia menunggu. Dia sudah memutuskan untuk tidak akan tersenyum lagi walaupun satu nol ditambahkan pada nominal uang yang akan dia terima malam ini.

“Terima kasih, mohon maaf karena Anda harus menunggu lagi.”

Pemuda berambut coklat gelap itu memiringkan kepalanya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mengenali seseorang yang sedang melayani pelanggan kafe tempatnya bekerja ini. Dia tidak mengenalinya, bahkan lebih tepatnya tidak mempunyai ingatan tentang siapa orang tersebut. Walaupun sekarang orang tersebut berdiri tepat dihadapannya dan menatapnya heran.

“Siapa kamu?” tanyanya tak sopan.

***

Kamu tidak akan pernah menyadari kapan kamu akan sangat menyukai seseorang. Kamu tak akan sadar seberapa besar sayangmu padanya saat dia ada dalam jangkauan. Terkadang, kamu pun tak ingin mengakuinya. Malu seperti anak kecil adalah penyebab sesungguhnya namun kamu beralasan dengan angkuh bahwa kamu tak tahu apa yang terjadi dengan dirimu sendiri. Klise. Menyesallah dikemudian hari.